Thursday, February 02, 2006

50 Tahun "Made in Italy"

Karya EF Schubert (1951). Italia kini dikenal sebagai salah satu negara yang terkenal dengan barang kulit dan modenya. Milan adalah satu dari empat kota besar di mana perancang serta pengamat mode dan gaya hidup dari berbagai penjuru mengawasi apa yang terjadi di sana. Karenanya, ketika di Jakarta berlangsung pameran ”50 Tahun Mode Italia”, menarik apa yang dapat dipelajari dari mode negeri itu.
Ada 43 perancang yang karyanya dipajang di Gedung Arsip Nasional Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, dari tanggal 15 Desember 2005 hingga 11 Januari 2006. Karya mereka mewakili rentang waktu 50 tahun terakhir dengan 70 koleksi yang sebagian besar merupakan pakaian malam perempuan.

Tentu karya dari sejumlah perancang atau rumah mode terkenal Italia ada di sana: jaket militer penuh payet karya Giorgio Armani; gaun hijau motif dedaunan hutan Versace karya Donatella Versace yang terkenal ke seluruh dunia setelah dikenakan Jennifer Lopez dalam acara penghargaan Grammy tahun 2000; gaun sifon buatan Prada yang dalam keterangan disebut berwarna lavender, tetapi wujudnya berwarna offwhite yang dikenakan Mila Jovovitch saat peluncuran filmnya, Joan of Arc; dan jaket pendek penuh kristal, payet, dan bulu dari Gianfranco Ferre.

Nama-nama lain yang tidak asing adalah Gucci, Alberta Feretti, Gai Mattiolo, Antonio Marras, Laura Biagiotti, Mariella Burani, Roberto Cavalli, Enrico Coveri, Etro, Fendi, Salvatore Ferragamo, Valentino, Missoni, dan Trussardi. Tetapi, pameran ini juga memperkenalkan nama-nama perancang yang menjadi perintis mode Italia di dunia internasional, seperti Emilio Federico Schuberth, Walter Albini yang merintis industri busana siap pakai, serta Brioni dan Angelo Litrico yang mengkhususkan diri pada busana laki-laki.

Tradisi panjang
Ada banyak hal yang dapat dipelajari dari pameran yang diselenggarakan Pusat Kebudayaan Italia Jakarta dan majalah Harper’s Bazaar Indonesia bersama Studio Galgano dari Roma, Italia.
Dengan kecenderungan mode sekarang untuk mendaur ulang apa yang pernah menjadi puncak-puncak mode masa lalu, rentang 50 tahun memberi referensi memadai sebuah siklus. Gaya militer jas makan malam laki-laki rancangan Litrico tahun 1958 warna hijau yang dibuat untuk aktor Rossan Brazzi, kini kembali populer. Atau gaun malam merah dari Valentino menjadi klasik dengan ekor duyungnya, serta rancangan Prada yang berbentuk tubular ala tahun 1920-an. Karya Litrico (1958)

Dari pameran ini kita juga dapat melihat keragaman ”aliran” rancangan perancang Italia, dari yang bergaya sederhana seperti karya Laura Biagiotti dan Prada, yang mewah gemerlap dari Gianfranco Ferre dan Gattinoni, atau yang keduniawian seperti rancangan Versace dan Roberto Cavalli.

Karya Prada (1999)

Yang membuat kita sulit menyamai mereka bukan dalam hal desain karena dari sisi ini beberapa perancang Indonesia tidak ketinggalan. Yang sulit dikejar adalah keunggulan mereka dalam material, seperti kain berkualitas dan pernik pendukungnya seperti payet, manik, kristal, kulit, dan bulu. Industri pendukung dengan tradisi berusia lebih dari 100 tahun adalah keunggulan Italia yang membuat produk buatan negeri itu identik dengan kualitas pengerjaan dan material. Masyarakatnya yang suka tampil indah juga membantu iklim untuk menghasilkan busana dan aksesori yang mendukung kesukaan itu.

Baru 50 tahun
Karya Versace (2000)
FOTO-FOTO : KOMPAS/ NINUK M PAMBUDI
Meskipun Italia memiliki tradisi panjang dalam pembuatan busana dan barang kulit, tetapi baru pada tahun 1951 mode Italia diperkenalkan dan diakui secara internasional setelah Marchese Giovan Battista Giorgini dari Firenze memperkenalkan karya perancang terkemuka Italia di depan pembeli terkemuka dari Amerika Serikat (AS) dan wartawan setempat serta Elisa Massai mewakili Women’s Wear Daily dari AS. Sebelum peristiwa ini, mode Italia dianggap sebagai peniru tetangganya, Perancis.

Sekarang Italia melambangkan kreativitas. Industri dengan sentuhan seni dan produk ”made in” Italia menjadi jaminan selera, kelas, dan kualitas sehingga merek yang keitali-italian sangat populer di Indonesia.

Sayangnya, meskipun jurnalis Fiorella Galgano dan Alessia Tota sebagai penyelenggara pameran melalui Studio Galgano-nya berhasil mendatangkan karya asli dari tiap perancang, tetapi karya yang dipamerkan di kota-kota besar Amerika Latin dan Asia-Pasifik ini tidak selalu mewakili ciri khas atau karya terbaik perancang atau rumah mode bersangkutan.

Gucci, misalnya. Meskipun diperlihatkan gaun keunguan karya Gucci tahun 1958 dan setelan celana panjang serta jaket buatan tahun 2000-an, tetapi yang terakhir disebut tidak mewakili karya Tom Ford yang bergabung pada pertengahan 1990-an dan membuat merek itu terkenal dengan rancangannya yang sangat seksi. Begitu juga karya Versace, Dolce&Gabbana, atau Roberto Cavalli.

Untungnya tiap busana dilengkapi informasi cukup memadai mengenai materi, tahun pembuatan, dan siapa tokoh yang memakainya. Dengan begitu, kita yang berasal dari negeri yang baru belakangan saja mengembangkan industri mode tetap dapat belajar banyak dari pameran langka ini. (Ninuk Mardiana Pambudy)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home